LIVE WITHOUT SOCIAL MEDIA

Apakah aku tidak salah baca dengan judulnya? Tidak! Sama sekali tidak! Judulnya betul kok yaitu "Live without social media" alias "hidup tanpa sosial media". "Hah! Yang bener aja! Masa jaman sekarang nggak punya sosial media? Mustahil!"






Hidup tanpa sosial media di jaman sekarang ini kayaknya susah banget. Semua orang berlomba-lomba untuk membagikan keseharian hidup mereka di sosial media, berlomba-lomba mendapat "likes" yang banyak, "followers" yang banyak, berlomba-lomba untuk menjadi paling up-to-date, pokoknya berusaha untuk menjadi menonjol di sosial media.

Sudah 7 bulan lebih, tepatnya dimulai dari Mei 2019 dimana aku memutuskan untuk hidup tanpa sosial media.  *Update: masih tetap berlangsung sampai saat ini, 11 Juni 2020. Aku menghapus akun Twitter dan Instagramku, 2 sosial media yang sangat bikin candu dalam keseharianku terutama Instagram. Bagaimana dengan Facebook? Aku masih punya akun di Facebook tapi aku jarang sekali buka Facebook secara milenial pasti lebih aktif di Instagram ketimbang Facebook. Jadi selama 7 bulan ini, aku hanya punya akun Youtube yang biasanya aku gunakan untuk menonton hal-hal yang lebih menginspirasi menurutku. 

Orang-orang yang mendengar bahwa aku sudah nggak punya akun sosial media khususnya Instagram pasti kaget dan bilang "kenapa?" "kok kamu bisa hidup tanpa sosial media khususnya Instagram? Aku sih nggak bisa lho". Kebanyakan orang akan bilang seperti itu karena punya akun sosial media terutama Instagram sudah seperti memiliki KTP bagi sebagian orang. Kalau nggak punya KTP, nggak mungkin kan? Demikian juga sama halnya dengan akun sosial media.

Kenapa aku memutuskan menghapus akun sosial media terutama Instagramku?
Ini semua dimulai ketika beberapa bulan sebelumnya aku mulai detox dari sosial media karena aku lelah, mentalku lelah melihat hal-hal yang ada di sosial media (dalam hal ini konteksnya adalah Instagram). Fyi, aku tidak menyalahkan aplikasinya karena Instagram dan sosial media lainnya hanyalah sebuah platform.

Mentalku lelah, di sosial media banyak drama bertebaran dimana-mana, dan dari sudut pandangku, sosial media malah menjadi tempat untuk pamer padahal sebenarnya sosial media adalah platform yang sangat positif bagi orang-orang salah satunya pekerja seni, mereka bisa gunakan sosial media seperti Instagram sebagai tempat portofolionya. 

Lalu, kalau bukan pekerja seni, sosial media jadi tempat untuk apa? Kebanyakan mempergunakannya untuk pamer dan itu yang membuatku lelah untuk melihatnya, contohnya : Berlomba-lomba datang ke cafe kekinian, begitu datang harus dibagikan dulu ke sosial media biar nggak kalah dari teman lainnya. Pesan makanan, harus share dulu. Punya barang baru, harus share dulu. Apapun yang dilakukan harus diupdate dulu di sosial media.

Masalah lainnya, kalau ada teman yang kita unfollow atau tidak kita follow back, pasti menimbulkan amarah bahkan bisa memicu permusuhan hanya karena hal tersebut.

Maka dari itu, aku memutuskan untuk keluar dari lingkaran hidup yang seperti itu daripada membuat mentalku makin nggak sehat.


Kok kamu bisa tahan hidup tanpa sosial media khususnya Instagram?
Aku akui awalnya nggak mudah. Awal-awal aku detox (sebelum hapus akun), pasti masih ada keinginan untuk ngecek sosial media khususnya Instagram, tetapi setiap keinginan itu muncul, aku langsung tinggalin hp dan ngelakuin hal lain atau langsung alihkan pikiranku ke yang lain sehingga aku lupa sama keinginan awalku untuk buka Instagram. 

Lama-lama keinginan itu hilang sendiri sampai akhirnya suatu hari aku kembali aktif di sosial media selama beberapa hari tapi kemudian satu kalimat muncul di benakku "apa sih faedahnya punya sosial media seperti ini? Apa kegunaannya bagiku?" bahwa aku nggak menemukan faedah buatku mempunyai akun sosial media, ditambah lagi, beberapa Youtuber yang aku ikuti, mereka nggak punya akun sosial media dan mereka tetap bisa hidup. Dari semua itu membuatku memutuskan untuk benar-benar menutup akun sosial mediaku dan akhirnya aku lakukan demikian. 

Sampai sekarang, keinginan untuk membuka sosial media kembalipun hilang dengan sendirinya. Sudah nggak kecanduan seperti dahulu yang sebentar-sebentar harus buka sosial media.


Sampai sekarang, bulan ke-7 hidup tanpa sosial media, gimana rasanya? 
SUPER DUPER FANTASTIS! ENAK BANGET HATI INI, BENERAN! 
Sehari-hari aku jadi bisa lebih produktif, nggak terpaku buat ngecek sosial media terus. Aku juga jadi nggak tahu soal gosip-gosip terkini dan kehidupan teman-temanku, dan ternyata menjadi nggak tahu itu lebih enak dan lebih baik! Jadi nggak julid sama orang ๐Ÿ˜‚
Ketika berpergian, aku bisa lebih menikmati momen dibanding dulu yang sibuk harus update di sosial media.
Pokoknya, aku ngerasa lebih sehat hidupku yang sekarang ini dibanding dulu waktu aku aktif di sosial media.

Demikian pengalamanku hidup tanpa sosial media selama 7 bulan ini. Kedepannya, aku belum tahu apakah aku akan membuat akun sosial media lagi atau tidak, tapi sejauh ini, hidup tanpa sosial media jauh lebih nyaman bagiku. Mungkin suatu hari kalau aku sudah ngerasa siap memulai kembali dan sudah menemukan faedah positif untukku mempunyai akun sosial media, aku akan aktif kembali. Tapi aku nggak tahu kapan karena rasa untuk memulainya ditutupi oleh rasa malas dan tidak sejahtera untuk membuka akun sosial media kembali.

Catatan :
Cara pandang dan cara berfikir setiap manusia berbeda. Tulisan di atas adalah berdasarkan opiniku. Jika opinimu berbeda atau kamu tidak setuju dengan apa yang aku tuliskan, aku mohon untuk kamu mengerti dan tidak memaksakan opinimu karena aku juga tidak memaksamu untuk berfikir seperti diriku. Aku hanya membagikan kisahku, jadi tolong dimaklumi ya. 

Terima kasih buat yang sudah membaca sampai sejauh ini!

See you!
With love,
The dreamer.

Cek juga update terbaru aku tentang Days Without Phone.

16 komentar

  1. kalau bukan karena pekerjaan, aku juga pengen sih detox sosmed. emang lelah hayati kalo punya sosmed. aku pernah detox 1 bulan dan rasanya bebas banget, kay atanpa beban gitu. pengen kaya gitu lagi sih, mungkin suatu hari nanti setelah memutuskan menulis hanya menulis saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hello! Aku juga merasa demikian, setelah detox sosmed 1 bulan dan jadi keterusan sampai sekarang, hati rasanya plong banget padahal bukan salah sosmednya, hanya salah diriku yang belum bisa memilah informasi mana yang harusnya diserap.

      Tapi kalau sosmed berfungsi sebagai salah satu penunjang dari pekerjaan, nggak salah kok. Mungkin bisa detoxnya dengan 1 hari aja per minggu ๐Ÿ˜Š

      Hapus
  2. Hallo mbak, aku juga pernah di posisi seperti ini. Pas yang lain udah wisuda, aku belum lulus. Di linimasa bertebaran selebrasi mereka. Aku merasa sangat nggak guna waktu itu. Aku jadi mikir, jangan2 di ujung sana ada juga yang nggak mensyukuri hidupnya karena postinganku yg gak ada faedahnya untuk ditunjukkan ke orang, cuma buat unjuk diri aja. Aku pindah akun untuk orang yg nggak kenal aku, alhamdulillah di sana isinya cuma foto jepretanku dan cerita (aku suka foto dan nulis). Legaa sekali juga rasanya bisa pindah tempat. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo, terima kasih udah mampir ๐Ÿ˜Š

      Ah aku tahu persis rasanya karena itu rasa yang aku alami saat aku memutuskan untuk berhenti main sosmed ๐Ÿ˜ž

      Syukur kalau sekarang udah bisa lebih bijak dan bahagia dalam menggunakan sosmed. Memang, aku juga merasakan, ternyata dikelilingi dengan orang yang nggak dikenal lebih nyaman ya. Suatu hari kalau aku mau kembali, aku mungkin akan mengambil jalan yang sama seperti yang kamu ambil ๐Ÿ˜†

      Hapus
  3. Mba Liaa hebat bisa tahan selama itu buat lepas dari medsos๐Ÿ‘๐Ÿป๐Ÿ˜ญ Aku juga belum lama ini detox dari instagram pribadi, belum sampe permanen hapus akun sih, masih sementara, tapi walaupun begitu bener banget apa yg dibilang mba Lia, hidup tuh jadi lebih produktif dan tenang, kita gak perlu gusar apalagi julid ngeliat postingan orang lain. Awal-awal detox masih mikir bahwa itu tuh positif banget, saking "positifnya" susah buat ninggalin karena sebenernya dari situ aku bisa selalu sharing kalau ada updatean dari blog. Tapi lama-lama mikir, banyakan negatifnya daripada positifnya, toh aku masih bisa share postinganku di platform lain. Akhirnya pelan2 lah sekarang kabur dari instagram, senang sekali rasanyaa๐Ÿ˜‚ btw do'akan aku yaa mba semoga konsisten seperti mba Lia๐Ÿ˜ญ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Awl! Tunggu.. Nama kita sebenarnya ada miripnya kalau panggil kamu secara lengkap #salfok

      Rasanya enak banget kan bisa lepas dari jeratan sosial media!! Terutama Instagram. Aku ngerasa di Instagram ini paling toxic sih :')
      Julid itu point utama banget, kalau punya Instagram rasa ingin julidnya tinggi ya hahaha. Ntah julid-in artis atau temen, ada aja bahan gosipnya dah, jadi lebih baik menjadi nggak tahu sama sekali yaa dan beneran lebih enak kalau nggak tahu sama sekali sih wkwkwk

      Wah, syukurlah kalau bisa detox! Amin. Semoga bisa konsisten ya! Tapi kalau suatu saat kamu udah menemukan faedah positif dari sosial media, kamu bisa kembali ke sana, mungkin dengan mem-filter following dan membatasi dosis pemakaian, jadi bisa lebih nyaman menggunakannya :D

      Jadi... Udah berapa lama nih detoxnya? Hihihi. Semangat selalu ya!

      Hapus
    2. Weitss, lah iya juga ya๐Ÿ˜‚ kebetulan apa kebetulan ini๐Ÿ˜† btw aku bingung nih enaknya manggil mba Lia apa ya?:'), mba, kak, atau nama aja? tapi kalo nama aja takutnya gak sopan๐Ÿ˜Ÿ๐Ÿค”

      Rasanya uenaaak bin polll, karena sebelumnya kan memang bisa dibilang aku udah overdosis banget, rata2 tuh sehari bisa 3 jam padahal kalau dipake blogging bisa lebih bermanfaat waktu selama itu๐Ÿ˜” Yang makin parah dari julid itu kalo udah follow akun lambe-lambe haha abislah makin toxic kayanya diri ini๐Ÿ˜‚ untung bersih dari yg kayak gitu sih, cuma postingan temen2 aja paling yg bikin sering ngerasa gelisah dan insecure:')

      Aamiin semogaa huhu, akupun pasti akan kembali entah kapan setelah bisa healing. Dan emang bener kata mba, dosis pemakaian harus bener2 diperhitungkan. Soalnya semakin lama kita main sosmed semakin kita lupa waktu dan terjerumus di dunia maya๐Ÿคฆ๐Ÿป‍♀️

      Anyway aku baru mau sebulan nih mba, do'ain biar konsisten terus hihi๐Ÿ˜ Semangat buat mba Lia yaa!๐Ÿค—๐Ÿค—

      Hapus
    3. Panggil apa aja yang kamu nyaman, asal jangan panggil "kambing" aja, soalnya aku manusia ๐Ÿคฃ

      Wah, kalau udah scroll si lambe sih emang nggak ada habisnya, udah gitu malah makin julid. Untung udah tobat ya Awl, eh bener udah tobat belum nih? Wkwk
      Memang, aku akui itu postingan temen sendiri suka bikin insecure deh hiks, makanya aku juga lebih nyaman ngobrol di blog, dengan orang-orang yang aku nggak kenal secara langsung. Lebih berasa positif juga ๐Ÿ˜‚

      Sebulan itu udah suatu pencapaian lho! Hati-hati nanti nagih detoxnya huahahaha.
      Semoga suatu saat ketika kamu kembali lagi ke dunia medsos, bisa lebih bijak dalam menggunakannya ya! Ataupun jika kamu memutuskan tidak kembali, bisa lebih bahagia hidup tanpa medsos. Semangat juga Awl ๐Ÿ’•๐Ÿ”ฅ

      Hapus
    4. Wahahaha siap deh, kalo manggil kambing nanti takut dijawabnya "embeeee"๐Ÿคฃ

      Wkwk untung gak pernah follow sih lebih tepatnya *walaupun sesekali dulu suka ngintip ada berita artis terbaru apa nggak๐Ÿ˜†

      Mungkin definisi teman jadi lawan merambah ke dunia maya juga kali ya, karena apa2 orang bisa gampang kesinggung atau terpengaruh, kayak insecure itu contohnya๐Ÿ˜Ÿ Ternyata komunikasi via platform gini justru lebih ngasih positive impact daripada "berteman" sama orang di medsos, yang seringnya cuma like postingan doang minim interaksi๐Ÿ˜…

      Horaa ini aja udh mulai nagih mau off twitter segala, padahal nanti aku gabisa cuap2 kalo twitter ikut dinon aktifin๐Ÿคฃ๐Ÿคฃ Thx anyway, kak!❤️๐Ÿค—

      Hapus
    5. Takut juga aku kalau keluar suara kayak gitu ๐Ÿคฃ

      Huahaha dulu aku juga suka intip lambe sih! #loh tapi nggak sampai follow dan ketagihan untungnya.

      Ah bener! Setuju-setuju! Platform kayak blog gini malah lebih positive, bisa bales-balesan komen kayak gini juga bikin hati seneng, bukan sekedar ingin dilike atau followers banyak ๐Ÿ˜…

      Kalau Twitter di non-aktifin, cuap-cuapnya di blog lah Wkwkwkwk. You're welcome ๐Ÿฅฐ

      Hapus
  4. aku udah nggak punya facebook sekarang, nggak punya instagram buat follow-follow teman juga (adanya second account untuk follow artis yang aku suka aja hahaha), tapi masih ada twitter buat keep in touch sama teman-teman fandom kpop sama buat dapet berita terkini, masih punya youtube juga untuk nonton video-video bermanfaat.
    dan setelah aku delete akun instagram asliku...rasanya sedih sih cuman mentalku merasa lebih waras aja karena nggak lihat kehidupan orang lain yang aku kenal, so far so good.

    BalasHapus
    Balasan
    1. enak banget kan kak kalau nggak lihat kehidupan orang lain yang dikenal, kenapa ya bisa begini, aku juga bingung karena ternyata lebih nyaman berinteraksi dengan orang yang nggak dikenal gitu >.<

      Hapus
  5. Halo Mba Lia, salam kenal.

    Aku jatuh cinta nih sama Blogmu, bagus banget tulisannya :')

    Aku juga tim no sosial-sosial media club, haha. aku juga memulai di tahun 2019 secara penuh, walaupun aku udah mulai ngapus-ngapus sejak 2018.

    Suka banget sama isi tulisan-tulisan mba, dan suka juga sama templatenya. Terus berkarya ya kak. Kutunggu tulisan terbarumu.

    Cheers dari temen online baru! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Ulfah, salam kenal dan terima kasih udah berkunjung ke sini ya :D

      Huaaa, terima kasih banya <3 aku terharu bacanya :')

      Keren! Jadi, apakah udah merasa lebih nyaman hidup tanpa medsos? :D

      Terima kasih, terima kasih Ulfah~
      Aku pun juga suka dengan tulisan-tulisanmu. Ditunggu tulisan terbarunya ya ^^

      Selamat berteman denganku, semoga nggak kapok karena memilih berteman denganku huahahaha :p

      Hapus
  6. Hai kak lia. Aku suka baca blogmu, tapi selama ini cuma jadi silent reader. Baru komen sekarang.
    Anyway, blogpost ini udah hampir setahun lalu ya. Tapi baru aku nemu sekarang.
    Anyway, aku pun juga concern dengan sosial media, kak.
    Seperti kak lia, aku juga lelah melihat drama, berita viral, dan trending topik yang terus bergulir, tidak hanya di sosmed, tapi juga di portal berita.
    Aku tidak ingin tahu dengan drama di sosmed (misalnya perselisihan antar public figure), tapi seringkali judul beritanya muncul begitu aja di timeline ku.
    Aku sekarang cuma punya WA, telegram, dan instagram. Tapi, aku milih banget akun apa yg aku follow. Aku juga berusaha untuk gak ngeliat story orang lain (tapi kadang masih penasaran sih).
    Seperti yg kak lia bilang juga, mengurangi paparan sosmed dan berita Viral tuh rasanya enak, lega.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Kak Sekar, terima kasih karena pada akhirnya memutuskan untuk menuliskan komentar di sini, aku jadi bisa main-main juga ke blog Kka Sekar sekarang ๐Ÿ˜
      Enak banget banget sewaktu kita bisa terlepas dari lingkaran ini ๐Ÿ˜‚. Apa yang Kak Sekara lakuin, menurutku udah tepat, dengan memilah siapa saja yang ingin diikuti, itu semacam udah memfilter apa yang akan kita lihat.
      Kalau di IG, semisal ada akun yang sering posting drama public figure dan Kakak nggak sreg lihatnya, langsung diblock aja akunnya supaya nggak muncul terus ๐Ÿ˜‚ cara ini yang dulu aku lakukan.
      Semangat Kak Sekar! Selama ada kemauan, di situ ada jalan ๐Ÿ˜‰

      Hapus

Words of The Dreamer. Theme by STS.
My Melody Is Cute